WELCOME




Semoga Anda Puas Dengan Blog ini

Jika ada yang Kurang baik Mohon untuk meberikan usulan dan pendapat

Jumat, 24 Februari 2012

Teori pembentukan jagad raya

Tumben blogging lagi nih.,.,.
untuk pembuka di tahun 2012 ini, saya mau bahas masalah teori pembentukan jagad raya
sebelum itu saya minta maaf kepada pemilk blog tempat saya copas materi ini karena idak mencamtumkan alamat blognya (udah lupa),semoga amal dan ibadahnya diterima disisi tuhan aja deh...
oke langsung aja nih...

  1. Teori Nebula
Hipotesis nebula/kabut pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772)
tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling Matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.
Kelemahan teori kabut disampaikan oleh James Clerk Maxwell dan Sir James Jeans yang menunjukkan bahwa massa bahan dalam gelang-gelang tak cukup untuk menghasilkan tarikan gravitasi sehingga memadat menjadi planet. F.R. Moulton pun menyatakan bahwa teori kabut tak memenuhi syarat bahwa yang memiliki momentum sudut paling besar haruslah planet bukan matahari. Teori kabut menyebutkan bahwa matahari yang memiliki massa terbesar akan memiliki momentum sudut yang paling besar.

      2. Teori Pasang Surut 

Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya merupakan hasil interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan ide yang ia munculkan dengan ide Chamberlin Moulton terletak pada absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi antara matahari dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan pada matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam bentuk filamen. Filamen ini tidak stabil dan pecah menjadi gumpalan-gimpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat pengaruh gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup untuk masuk kedalam orbit disekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang surut matahari pada proto planet saat pertama kali melewati perihelion memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan planet untuk membentuk satelit.
Pada model ini tampaknya spin matahari yang lambat dikesampingkan karena dianggap matahari telah terlebih dahulu terbentuk sebelum proses pembentukan planet. Selain itu tanpa adanya prominensa maka kemiringan axis solar spin dan bidang orbit matahari-bintang tidak akan bisa dijelaskan.
Tahun 1919, Jeans memperbaharui teorinya. Ia menyatakan bahwa saat pertemuan kedua bintang terjadi, radius matahari sama dengan orbit Neptunus. Pengubahan ini memperlihatkan kemudahan untuk melontarkan materi pada jarak yang dikehendaki. Materinya juga cukup dingin, dengan temperatur 20 K dan massa sekitar ½ massa jupiter. Harold Jeffreys (1891-1989) yang sebelumnya mengkritik teori Chamberlin-Moulton juga memberikan beberapa keberatan atas teori Jeans. Keberatan pertamanya mengenai keberadaan bintang masif yang jarang sehingga kemungkinan adanya bintang yang berpapasan dengan matahari pada jarak yang diharapkan sangatlah kecil.
Tahun 1939, keberatan lain datang dari Lyman Spitzer (1914-1997). Menurutnya jika matahari sudah berada dalam kondisi sekarang saat materinya membentuk Jupiter maka diperlukan materi pembentuk yang berasal dari kedalaman dimana kerapatannya sama dengan kerapatan rata-rata matahari dan temperatur sekitar 106 K. Tapi jika harga temperatur ini dipakai dalam persamaan untuk massa kritis jeans, maka massa minimum Jupiter menjadi 100 kali massa Jupiter saat ini.


    3. Teori Proto-planet

Proto planet merupakan embrio planet didalam piringan yang tarik menarik satu sama lainnya secara gravitasi dan bertubrukan. Proto planet akan saling mengganggu orbit satu sama lainnya dan bertabrakan membentuk planet (terjadi coalesce yang membentuk planet). Teori proto planet dikemukakan McCrea pada tahun 1960 dengan ide awal, pembentukan bintang dan planet harus dipertimbangkan secara bersamaan. Tak mungkin pembentukan planet dipertimbangkan tanpa memikirkan bagaimana bintang terbentuk. Untuk mendukung idenya, McCrea kemudian membangun teori untuk mendukung keberadaan idenya tersebut. Teori tersebut menunjukkan pembentukkan sebuah sistem, bintang dan planet. Teori ini juga menunjukkan bagaimana bintang bisa memiliki sebagian besar massa dan planet-planet memiliki sebagian besar momentum sudut sistem.
Titik awal yang digunakan McCrea adalah awan antar bintang yang terdiri dari gas dan debu yang akan membentuk galactic cluster. Sekitar 1% massa awan berbentuk buiran sedangkan sisanya merupakan campuran kosmik daro hidrogen dan helium. Asumsinya awan berada dalam kondisi turbulensi supersonik. Tabrakan antar elemen terjadi didalamnya, mengakibatkan hampir seluruh massa awan memiliki daerah yang dipadatkan dan berisi gas. Dalam model awal pada tahun 1960, daerah yang dipadatkan tersebut disebut floccules dengan massa 3 kali massa Bumi. Tahun 1988, McCrea memperbaharui modelnya dan meningkatkan massa floccules menjadi lebih dari 100 kali massa Bumi dan kemudian didesain ulang sebagai proto-planet. Istilah blob akan dipakai untuk kumpulan massa tersebut sehingga dapat dibedakan dari proto planet, embrio (berasal dari coalesce blob) yang akan mengalami keruntuhan dan membentuk planet.
Di dalam awan, terjadi tubrukan inelastik antar blob yang mengakibatkan terjadinya coalesce dan blob tersebut akan bertumbuh menjadi kumpulan yang lebih besar. Di setiap daerah dalam awan, akan ada satu objek (kumpulan hasil coalesce / gabungan blob yang lebih besar dibanding materi dsekitarnya) di setiap daerah yang menjadi dominan dan menyerap hampir semua blobs yang ada disekitarnya, dan pada akhirnya membentuk proto bintang. Proto bintang ini akan memulai perjalanan evolusinya di Deret Utama. Blobs yang kemudian menjadi proto bintang berasal dari berbagai arah, akibatnya momentum sudut yang dihasilkan juga akan berasal dari hasil acak kontribusi salah satu blobs. Momentum sudut yang hilang akan dimiliki oleh beberapa blob atau kumpulan blob yang sudah terakresi menjadi satu, di orbit sekeliling proto bintang. McCrea menunjukkan dalam hal ini jumlah blob atau kumpulan yang dibutuhkan kecil dan mendekati jumlah planet yang teramati saat itu.
Planet raksasa seperti Jupiter diperkirakan terbentuk dari hasil coalesce sejumlah blob. McCrea juga mengasumsikan semua proto planet pada awalnya lebih masif dibanding planet yang tersisa saat ini dan tampaknya sebagian diantaranya mengalami kehilangan massa. Dalam proses keruntuhan, proto planet akan menjadi tidak stabil dan pecah menjadi 2 bagian dnegan perbandingan massa 8 : 1. Spin momentum sudut proto planet akan tampak sebagai gerak relatif antara kedua fragmen yang mengitari pusat massa. Dalam gerakannya, fragmen yang kurang masif akan memiliki gerak relatif 8 kali gerak fragmen yang lebih masif.
Kecepatan lepas di bagian terluar Tata Surya sangat kecil dan menurut McCrea kehilangan massa yang terjadi hanya sedikit di daerah planet-planet utama dan meninggalkan sebagian besar massanya (planet) tetap stabil berotasi dengan spin (putaran) yang cepat. Hasil lain dari keruntuhan proto planet ke dalam 2 bagian kecil, kedua bagian tersebut akan terkondensasi dan tertahan oleh fragmen yang lebih besar menjadi satelit dari sistem tersebut (fragmen yang lebih besar merupakan planet yang terbentuk).
Proses yang berbeda terjadi di bagian dalam sistem. Asumsinya, pemisahan rotasi akan mengambil alih setelah terjadinya pengumpulan materi dan terjadinya ketidakstabilan rotasi di inti. Disini objek akan terbentuk dan objek yang kecil ini tidak akan memiliki kecepatan lepas yang cukup karena berada terlalu dekat dengan Matahari. Menurut McCrea pemisahan inti yang membentuk planet tersebut adalah pasangan Bumi – Mars dan Merkurius – Venus.
Potensi Masalah yang dihadapi oleh teori ini, blobs haruslah stabil untuk beberapa lama untuk bergabung dan membentuk proto bintang atau kumpulan-kumpulan kecil. Selain itu harus ada demonstrasi yang menunjukkan kalau momentum sudut yang hilang setelah terbentuk proto bintang memang diambil oleh orbit proto planet dan bukan hal lainnya. Selain itu mekanisme dasar yang diberikan McCrea tidak menjelaskan sistem planet yang datar dalam orbit lingkaran.

    4. Teori planetesimal

Hipotesis planetesimal diusulkan pada tahun 1905 oleh ahli geologi Thomas Chamberlin Chrowder dan astronom Forest Ray Moulton untuk menjelaskan pembentukan tata surya. Diusulkan sebagai pengganti versi Laplacian dari hipotesis nebula yang telah berlaku sejak abad ke-19.
Teori ini didasarkan pada gagasan bahwa bintang berlalu cukup dekat dengan matahari pada awal kehidupan untuk menyebabkan tonjolan pasang surut terbentuk pada permukaannya, yang bersama dengan proses internal yang mengarah ke prominences surya, menyebabkan material yang akan dikeluarkan berulang-ulang dari matahari. Karena efek gravitasi dari bintang yang lewat, dua spiral seperti lengan akan diperpanjang dari matahari, dan sementara sebagian besar material akan jatuh kembali, bagian dari itu akan tetap di orbit. Bahan ini akan mengorbit dingin dan mengembun ke dalam tubuh kecil banyak bahwa mereka disebut planetesimal dan protoplanets lebih besar sedikit. Teori mereka mengusulkan bahwa benda-benda bertabrakan dari waktu ke waktu, planet-planet dan bulan mereka dibangun, dengan komet dan asteroid menjadi puing-puing sisa. Para "spiral nebula" difoto di Observatorium Lick dianggap mungkin menjadi pemandangan matahari lainnya menjalani proses ini. Nebula ini sekarang dikenal sebagai galaksi daripada mengembangkan sistem tata surya.
Pada tahun 1917, James Hopwood Jeans berpendapat bahwa hanya pendekatan yang sangat dekat dari bintang kedua diperlukan untuk mengeluarkan materi, bukan membutuhkan prominences surya. Pada tahun 1939, Lyman Spitzer menunjukkan bahwa kolom material ditarik keluar dari matahari akan menghilang daripada mengembun. Pada saat teori ini telah sebagian besar jatuh dari nikmat, dan pada 1940-an, karya Henry Norris Russell menunjukkan bahwa jika bahan surya telah menarik diri dari matahari dengan gaya yang diperlukan untuk menjelaskan momentum sudut Jupiter, materi akan terus keluar dari sistem surya seluruhnya.
Meskipun hipotesis Chamberlin-Moulton tidak lagi diterima, ide planetesimal tetap dalam teori modern.

   5. Hipotesis Bintang Kembar dan Teori penciptaan terus-menerus

Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.
Dalam kosmologi, teori Steady State (juga dikenal sebagai teori Universe Tak Terbatas atau penciptaan terus-menerus) adalah model yang dikembangkan pada tahun 1948 oleh Fred Hoyle, Thomas Gold, Hermann Bondi dan lain-lain sebagai alternatif teori Big Bang (dikenal, biasanya, seperti model kosmologis standar). Dalam pandangan kondisi mapan, materi baru terus diciptakan sebagai alam semesta mengembang, sehingga prinsip kosmologi sempurna ditaati.
Teori steady state Bondi dan Emas terinspirasi oleh melingkar plot dari film Mati Night, yang mereka telah melihat bersama-sama. Perhitungan teoritis menunjukkan bahwa alam semesta statis mustahil dalam relativitas umum, dan pengamatan oleh Edwin Hubble telah menunjukkan bahwa alam semesta mengembang. Teori steady state menyatakan bahwa meskipun alam semesta mengembang, itu tetap tidak mengubah penampilan dari waktu ke waktu (prinsip kosmologis sempurna), tidak memiliki awal dan akhir.
Teori ini mengharuskan bahwa materi baru harus terus diciptakan (kebanyakan sebagai hidrogen) untuk menjaga kepadatan rata-rata materi yang sama dari waktu ke waktu. Jumlah yang diperlukan adalah rendah dan tidak langsung terdeteksi: sekitar satu massa matahari per baryon megaparsec kubik per tahun atau kira-kira satu atom hidrogen per meter kubik per miliar tahun, dengan sekitar lima kali materi gelap banyak. Seperti tingkat penciptaan, bagaimanapun, akan menyebabkan efek diamati pada skala kosmologis. Namun, fitur estetis menarik dari teori ini adalah bahwa pembentukan secara spontan baru materi dipostulasikan mungkin akan perlu menyertakan deuterium, helium, dan sejumlah kecil lithium, serta hidrogen biasa, karena tidak ada mekanisme di nukleosintesis bintang atau oleh proses lainnya account untuk diamati kelimpahan deuterium dan helium-3. (Dalam model Big Bang, deuterium primordial dibuat langsung setelah "bang," sebelum adanya bintang-bintang pertama).
Model steady state sekarang sebagian besar didiskreditkan, sebagai titik bukti pengamatan ke Bang-jenis Besar kosmologi dan usia yang terbatas dari alam semesta.
Masalah dengan teori mapan mulai muncul pada akhir tahun 1960, saat pengamatan ternyata mendukung gagasan bahwa alam semesta sebenarnya berubah: quasar dan radio galaksi ditemukan hanya pada jarak yang besar (karena yang ada hanya di masa lalu jauh), tidak di galaksi dekat. Sedangkan teori Big Bang diperkirakan sebanyak, teori Steady State meramalkan bahwa benda-benda seperti itu akan ditemukan di mana-mana, termasuk dekat dengan galaksi kita sendiri.
Untuk sebagian besar kosmolog, sanggahan dari teori steady-state datang dengan penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik pada tahun 1965, yang diprediksi oleh teori Big Bang. Stephen Hawking mengatakan bahwa fakta bahwa radiasi gelombang mikro telah ditemukan, dan itu dianggap tersisa dari Big Bang, adalah "paku terakhir pada peti mati teori mapan." Dalam teori steady state radiasi latar belakang adalah hasil cahaya dari bintang-bintang purba yang telah tersebar oleh debu galaksi. Namun, penjelasan ini telah meyakinkan untuk kosmolog paling sebagai latar belakang gelombang mikro kosmik sangat halus, sehingga sulit untuk menjelaskan bagaimana hal itu muncul dari sumber titik, dan latar belakang gelombang mikro tidak menunjukkan bukti fitur seperti polarisasi yang biasanya terkait dengan hamburan. Selanjutnya, spektrum yang begitu dekat dengan benda hitam ideal yang hampir tidak dapat dibentuk oleh superposisi dari kontribusi dari gumpalan debu pada temperatur yang berbeda maupun di redshifts berbeda. Steven Weinberg menulis pada tahun 1972,
Model steady state tidak tampak setuju dengan hubungan dibandingkan diamati dl z atau dengan jumlah sumber ... Dalam arti, ketidaksepakatan adalah kredit untuk model; sendirian di antara semua kosmologi, model steady state membuat prediksi yang pasti sedemikian rupa sehingga dapat dibantah bahkan dengan bukti pengamatan yang terbatas yang kita miliki. Model tunak adalah begitu menarik sehingga banyak penganutnya masih mempertahankan harapan bahwa bukti terhadap hal itu akan hilang sebagai pengamatan meningkatkan. Namun, jika latar belakang radiasi gelombang mikro kosmik ... adalah benar-benar hitam-tubuh radiasi, maka akan sulit untuk meragukan bahwa alam semesta telah berkembang dari tahap awal lebih panas, lebih padat.
Sejak saat itu, teori Big Bang telah dianggap sebagai gambaran terbaik dari asal usul alam semesta. Dalam publikasi astrofisika kebanyakan, Big Bang diterima secara implisit dan digunakan sebagai dasar teori yang lebih lengkap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar